KeLinci Luchu....he


Trailer Film 'Happy Cricket and The Giant Bugs'

Trailer Film 'Happy Cricket and The Giant Bugs'

Gajah Liar


Gajah Yang jahat....

Senja mengantar pagi menjemput


Di matanya desa Gununghalu sore itu tampak begitu memukau, sinar mentari yang kuning keemasan menyepuh permukaan sawah , sungai, dan gunung-gunung. di sekitar desa Gununghalu tepatnya di kampung pasirlengo. Semburan sinar berwarna kuning yang terpantul indah dari riakan gelombang air sawah itu menciptakan kesenangan dan kasih sayang. Diatas tanah yang seperti tepung coklat itu anak-anak kecil masih asyik main kejar-kejaran dan ada pula yang bermain kucing-kucingan. Ada juga yang bermain kue-kuehan dari tanah. Di tangan anak-anak itu tanah merah yang telah kering tanpa sentuhan hujan berminggu-minggu seolah kue bolu yang siap untuk dinikmati bersama keluarga.
Dari beberapa rumah warga di sekitar kampung Pasir Lengo terdengar suara-suara keras sang ibu yang memarahi anaknya ”enggal atuh gera ibak sakedap deui Maghrib” karena belum mandi ketika waktu maghrib hampir tiba dan anak-anaknya harus segera pergi kemesjid untuk salat berjama’ah dan mengaji pada Ustadz, atau kiyai yang siap mengajari mereka sampai waktu isya tiba. Di antara anak-anak yang bermain itu ada beberapa anak perempuan yang telah membawa Al-Qur’an, dan tas kecil yang berisi mukena atau alat salat seperti sarung,danada juga beberapa anak lelaki yang sudah mengkalungkan sarung mereka.
Salah satu kebiasaan anak-anak di kampung itu,setiap waktu maghrib telah tiba mereka akan segera memasukiMesjid untuk salat berjama’ah dan mengaji bersama pada seorang Kiyai atau Ustadz. Sehingga tidaklah heran jika anak-anak yang baru saja berusia enamtahun sudah lancar melafalkan Al-Qur’an meskipun Tajwidnya masih salah penempatan.
Suasana senja di halaman mesjid rupanya lebih menarik hati mereka daripada berdiam di mesjid sambil menanti adzan maghrib berkumandang. Saat itu dalam hati mereka yang ada hanya rasa senang dan bahagia, tanpa mereka berpikir pahala yang bisa mereka raih karena diam dan beri’tikaf di mesjid. Pikiran polos mereka yang masih belum terkontaminasi dengan pikiran-pikiran yang kelak harus juga bersarang di otak mereka ketika mereka mulai beranjak remaja, bahkan dewasa.semilir angin mengantarkan kesejukan. Suara adzan maghrib benar-benar terasa seumpama nyanyian yang mereka nikmati dan seolah mereka mengerti artinya. ketika adzan maghrib berkumandang mereka mulai mengantri memadati jamban, dan tempat wudlu di sekitar mesjid di kampung mereka. Warga mulai menutup jendela-jendela karena malam telah tiba.
Yang membuat desa itu begitu menakjubkan bukan semata-mata karena tanahnya yang berwarna merah dan memudar seumpama tepung. Akan tetapi, lebih dari pada itu yang membuat desa itu terasa menakjubkan adalah karena musim kemarau sedang bertamu kepadanya. Mentari pemberi kebahagiaan sedang bersinar indah di sana. Padi-padi yang baru beberapa hari ditanam menebarkan keindahannya. Pujian-pujian yang dilagukan anak-anak kecil sebelum melaksanakan salat maghrib.
Malam mulai membentangkan jubah hitamnya. Lampu-lampu kuning sederhana dan ada juga beberapa lampu neon di setiap rumah dan halaman rumah warga menyala serentak bersamaan datangnya malam. Desa Gununghalu mulai memperlihatkan keluguannya dikala malam tiba, desa itu terasa sepi dan hening. hanya suara sayup-sayup anak-anak mengaji di setiap mesjid besar di desa tersebut dan suara kodok dan jangkrik menambah kesunyian di desa itu. Ia mulai bergegas untuk salat di mesjid yang jaraknya tak jauh dari rumahnya. ia bersama teman-teman seusianya dan para warga kampung pasirlengo mulai berdiri tegap sesaat sesudah iqomah di kumandangkan oleh seorang santri yang adzan tadi.
Kegelapan malam membawanya kedalam perasaan yang begitu damai dan sejuk. Seusai salat isya, salat sunnat ba’diyah isya, dan witir. Dia bergegas pulang kerumah bibinya yang sudah dia anggap sebagai rumahnya, karena semenjak bibinya menikah tujuh tahun lalu ia tinggal di rumah itu bersama bibinya yang sangat menyayanginya seperti anaknya sendiri setelah sebelumnya ia tinggal di rumah neneknya semenjak usianya dua tahun. Rumah yang ia anggap seperti istana mungil yang sederhana itu telah memberinya banyak pelajaran hidup dan kasih sayang yang berlimpah yang diberikan oleh semua orang yang berada disekitarnya yang mencintai dia dengan penuh keikhlasan.dan dirumah sederhana itu juga ia mengerjakan tugas-tugas sekolahnya setiap malam tiba. Tidak pernah lebih dari jam sembilan malam ia selesai mengerjakan tugas-tugas sekolahnya, dan ia pun bangun tak pernah lebih dari subuh.
Langit dinihari diatas sana selalu membuatnya terpesona. Bintang yang berkedip tampak di matanya seumpama mata jutaan malaikat yang menyaksikan penghuni bumi. Dan bulan begitu lembut menciptakan kedamaian di hati setiap hamba yang mau bertadabur atasnya. Ia tak ingin melewatkan indahnya malam. Ditemani jutaan bintang di langit dan disaksikan cahaya bulan ia berdiri diatas sejadah mengahadap kiblat melaksanakan sunnah Rasulullah saw. Salat malam yang ia lakukan lima belas menit sebelum tibanya waktu subuh kerap ia lakukan setiap malam. Dan sampai adzan berkumandang dimesjid-mesjid di sekitar kampungnya ia melantunkan ayat-ayat pendek sambil menghapalnya.
Dilangit sana ada jutaan malaikat yang mendo’akan setiap hamba yang tidak lalai. Penghuni bumi yang mau bangun malam mengurangi waktu tidurnya dan bertahajjud disaat manusia lain lalai tertidur pulas dengan selimut tebal membungkusnya. dan ketika sang fajar yang datang dengan kemerahan dari sebelah timur ia bertasbih dan hatinya bergetar tatkala bibirnya mengucapkan lafadz-lafadz tasbih,Tahmid atas segala nikmat yang masih ia terima dari sang penguasa alam Allah SWT. Dan saat sang fajar merekah menyinari bumi nuansa yang ia rasakan tak pernah sama. Selalu ada nuansa baru yang mengajaknya menciptakan hal yang lebih baik dari hari sebelumnya. Rasanya takkan pernah ada seorang pujangga yang mampu melukiskan indahnya panorama keindahan fajar dengan bahasa seindah apapun yang sering ia tulis dalam puisinya. Tak kan ada seniman yang mampu menggambarkan indahnya panorama alam di pagi hari saat sang mentarimulai membelai setiap jiwa.
Irwan berdiri tegap tepat di jendela yang ia buka lebar-lebar sejak tadi. Ia pandangi keindahan langit dan bumi seraya bibirnya bertasbih di ikuti hatinya memuji tuhannya yang begitu adil memberinya kebahagiaan di setiapharinya meski hidupnya sederhana. Ia memerhatikan alam sekitarnya yang sangat indah dan sejuk. Mentari kampung pasirlengo membuat Qolbunya bergetar. Dengan penghayatan yang dalam ia hirup udara yang khas dengan penuh rasa syukur atas nikmat Allah SWT.
Di kejauhan tampak beberapa warga desa ada yang mulai membawa keranjang carangka, dan dingkul dengan pundak atau kepalanya. Terlihat ada segerombolan ibu-ibu yang membawa bibit padi yang baru berukuran limabelas senti meter kedalam dingkul yang mereka bawa di atas kepala mereka. Dan mereka mulai turun ke sawah dan menanamnya bersama-sama. Dan terlihat juga beberapa anak-anak kecil ada yang mulai berangkat kesekolahnya. Dengan tawa yang menyertai setiaplangkah mereka terlihat begitu menikmati indahnya setiap pagi dengan senyum dan tawa ke sederhanaan. Begitupun dengan Irwan yang pagi itu masih bersiap-siap mengenakan celana panjang berwarna biru dongker dengan di padu kemeja putih yang di tempelkan di beberapa bagian di atas kemeja tersebut beberapa atribut sekolahnya seperti nama lengkapnya, lokasi sekolahnya, dan logo OSIS khas DEPAG karena sekolahnya di bawah naungan yayasan pesantren. Ia bersiap untuk pergi ke sekolahnya yang terletak cukup jauh dari rumahnya. Sekolahnya terletak di desa sebelah, sehingga ia dan teman-temannya harus berangkat sangat pagi supaya tidakterlambat sampai ke sekolah.
Sinar mentari pagi mengantarnya pergi ke sekolah. Dia beserta temannya berangkat bersama tanpa menggunakan kendaraan apapun. Mereka harus berjalan melewati beberapa kampung untuk bisa sampai ke sekolahnya. Setiap pagi dia menikmati perjalanannya supaya tidak terasa membosankan sambil bersenda gurau, atau juga sambil tebak-tebakan dengan soal pelajaran yang telah mereka pelajari sebelumnya.
Meskipun jauh dari rumah. Tetapi tak pernah mereka terlambat masuk kelas. Jarak yang lumayan jauh tak menyurutkan semangat mereka menimba ilmu di SLTP AL-FATAH. Bahkan mereka sangat merasa beruntung bisa bersekolah di sekolah yang penuh dengan nuansa keislaman yang kental. Banyak teman-teman seusianya yang hanya tamat SD dan tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena persoalan biaya yang harus menyurutkan cita-cita mereka. Beberapa orangtua termasuk orang tua Irwan adalah sebagian dari orangtua yang modern yang mampu berpikir tentang pentingnya pendidikan untuk kehidupan di masa yang akan datang. Meskipun sederhana namun orang tua Irwan yakin betul dengan rizki yang tuhan berikan untuk setiap langkah kehidupan manusia. Dengan berbekal tawakal dan keyakinan, ayah Irwan menyekolahkannya.




Biodata



Nama lengkap : Deden Saepul Muhtaz
Tempat tanggal lahir : Bandung,29 januari 1991
Alamat : kp.pasirlengo RT/RW 03/18
Ds.sirnajaya kc.Gununghalu
Kab.Bandung Barat
Alamat e-mail/FB : saepulmuhtaz@ymail.com
Agama : Islam
Pendidikan : SDN.Sumber Arum 1997-2003
SMP.Al-Fatah 2003-2006
MA.Albidayah 2006-2009
Pesantren Albidayah 2006-2009
UIN. SGD Bandung. 2009-Sekarang




* * *